Saturday 28 March 2015

Mengejar Mimpi, Sekarang atau Nanti?

Ditulis Oktober 2014.



Cerita ini bermula dari sebuah percakapan di jejaring sosial dengan seorang teman satu jurusan saya yang kebetulan sudah wisuda dua bulan lalu dan kini sudah bekerja di salah satu kantor konsultan arsitek di Jakarta. Saat itu, selepas petang, kami berbincang mengenai banyak hal, mulai dari tugas akhir hingga cita-cita selepas lulus kuliah.


"Kamu rencana mau nyari kerja di kota A apa di kota B nanti, Nya?" tanyanya membuka percakapan serius tersebut.

"Abis wisuda aku kepingin langsung nyari beasiswa S2 sih rencananya."

"Woh, mantap. Kamu nggak mau kerja dulu aja? Siapa tau S2-nya bisa dibiayain perusahaan. Aku sih kerja dulu di Jakarta, Nya."

"Hahaha. Awalnya aku juga mikir gitu. Tapi mumpung lagi semangat-semangatnya nih. Toh kalau dapet beasiswa juga dibayarin, kan?" ujar saya tanpa ragu.

"Soalnya aku mau ambil S2 DKV prodi graphic design atau digital design, biar nanti bisa langsung kerja di advertising atau semacamnya," tambah saya.


Menjadi seorang desainer visual sudah menjadi impian saya sejak lama. Bahkan ketika saya masih sekolah dulu, sering sekali saya menulis "komikus" atau "animator" sebagai cita-cita saya. Meskipun saat itu bahkan saya belum tahu benar seperti apa pekerjaan komikus dan animator.

Monday 23 March 2015

"Hati-hati kalau bermain hati."


Senja yang berawan. Saya sedang menghabiskan waktu membaca buku sambil sesekali menyesap secangkir kopi putih dan menyuap spaghetti di sebuah kafe. Tujuan saya mencari kafe sore itu selain untuk mengisi perut, memang untuk menikmati me-time. Sudah lama sekali sejak terakhir kali saya menyendiri dengan buku da secangkir minuman hangat. Sore yang dingin ini adalah waktu yang tepat, pikir saya, karena kebetulan saya juga ingin rehat sejenak setelah mengerjakan beberapa pekerjaan di depan laptop.

Kafe tempat saya duduk itu sepi. Pengunjungnya hanya saya seorang. Entah karena kafe tersebut terhitung masih baru sehingga belum banyak orang ke sana, atau memang sebagian besar orang lebih memilih untuk menghabiskan waktu di kamar dalam cuaca seperti itu. Saya tidak peduli. Memang bukan keramaian yang saya cari. Saya bahkan tidak memperhatikan tetes gerimis air hujan yang mulai jatuh ringan, membuat pola titik-titik pada motor dan helm saya yang di parkir tepat di depan kafe. Terlalu asik tenggelam dalam dunia sendiri dengan buku novel fiksi koleksi baru saya - yang dihadiahkan seorang teman dekat ketika saya wisuda bulan lalu namun baru sempat saya sentuh beberapa hari ini. Sampulnya bergambar daun besar, karya penulis ternama, Tere Liye.

Saya baru akan membalik halaman ketika tiba-tiba sebuah notifikasi pesan WhatsApp mengusik fokus saya. Rupanya dari seorang teman lama, sebut saja Tian. Sedikit heran, mengapa tiba-tiba ia men-japri saya dan menanyakan apakah saya akan balik ke Bekasi setelah lulus ini atau tidak.

“Belum, Yan. Masih ada yang harus kukerjakan di Jogja. Kenapa tiba-tiba nanya gitu?”

“Lo jangan marah tapi ya.”


“Eh? Kenapa?” tanya saya semakin heran.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...