Hari ini mesin pembuat kataku tidak bisa berhenti bekerja.
Ia terus mengeluarkan butiran demi butiran kata yang kemudian memenuhi ruang otakku lalu mengalir melalui darah menuju jemariku. Dan di sinilah mereka kemudian menjelma menjadi nyata.
Biasanya mesin pembuat kataku selalu kaku. Mungkin
mati?
Aku sudah jarang sekali menggunakannya.
Atau hampir tidak pernah.
Dulu sekali, bertahun-tahun yang lalu, ketika kami masih berteman layaknya sepasang jiwa yang tak terpisahkan, kami selalu bersama-sama di kala suka dan duka.
Ia yang selalu membantuku mengusir seluruh sepi dan gundahku.
Tetapi aku memutuskan untuk memulai duniaku yang baru.
Aku perlahan meninggalkan mesin yang semakin melemah dan membisu tanpa adanya aku.
Aku menjadi diriku yang berbeda. Aku menikmatinya.
Aku mulai membuat mesin pembuat kata baru dengan kata-kata pengundang tawa di dalamnya.
Aku tidak berkhianat.
Aku sadar aku merindukan mesin pembuat kataku yang lama. Yang sejak beberapa putaran jarum jam lalu mulai kembali aktif.
Aku yang menghidupkannya. Aku mengajaknya bersama-sama menikmati dan menciptakan kata kembali.
Orang-orang di duniaku yang baru menganggapku
absurd.
Bahkan mungkin lebih
absurd dari sekedar kerasukan roh Kahlil Gibran.
Aku bimbang. Aku tidak mengerti.
Which part of the world I truly belong to?
Di sini aku terdiam.
Aku terperangkap bersama jemari penguntai kataku. Kami terjebak dalam dua dunia.
Ketika keduanya melebur, kami bingung harus berpulang ke mana.